Posts

Manusia, Aib

     Manusia itu tidak lebih dari sekumpulan aib yang bersembunyi di balik apa-apa yang disebut sempurna. Manusia itu makhluk yang saling menjatuhkan satu sama lain seakan-akan diri sendiri tidak memiliki setitik aib pun, padahal manusia lagi-lagi tidak lebih dari sekumpulan aib. Lantas semua yang saling merendahkan, saling menjatuhkan, saling mencemooh, sama dengan menjelek-jelekkan diri sendiri. Semua kesalahan yang sekumpulan aib lain pernah lakukan, belum menjadi hal pasti bahwa diri sendiri tidak pernah melangkah ke arah yang sama. Manusia itu tidak pernah sadar akan aib diri sendiri, tapi selalu membuka mata dan telinga dengan lebar untuk mengetahui aib orang lain. Manusia itu mulutnya banyak, sebab setiap kali dia melangkah, siapapun yang dia temui, ia ceritakan aib orang lain tanpa tahu malu seakan-akan ia menyaksikan semuanya sendiri padahal ia pun hanya percaya pada "katanya". Begitu manusia, sekumpulan malu dan aib yang tidak tahu bahwa dirinya hanyalah malu d...

Tidak Semua Sembuh Karena Yang Lain

     Tidak semua yang sembuh bisa sembuh karena kehadiran sosok lain. Tidak semua yang sembuh bisa sembuh karena yang kosong terisi lagi. Beberapa yang sembuh memilih sembuh karena memang ingin, bukan karena terpaksa, bukan karena keharusan. Sembuh adalah pilihan. Berjuang untuk sembuh juga pilihan. Tapi memilih terus sakit tanpa mencoba untuk sembuh bukan pilihan, melainkan keputusasaan.

Sembuh

  "Apakah semua yang berpisah selalu semata-mata untuk sembuh?" "Kalau berpisah dijadikan jalan untuk sembuh, maka hubungan yang tercipta sebelumnya hanya sebuah luka yang terlalu lama berjalan." "Bagaimana kalau setelah berpisah, sembuh tidak kunjung datang?" "Sembuh tidak selalu datang dengan perpisahan. Sembuh tidak selalu datang dengan pertemuan. Kalau kamu mau sembuh, sembuhlah sendiri. Orang lain tidak patut menyembuhkanmu, sebab kamu satu-satunya yang merasa perlu sembuh. Yang lain tidak."

Dari Luka Menuju Lupa

     Dari sekumpulan luka, kita berangkat menuju ruang bernama lupa. Di sana, bersama jutaan luka yang kecil sampai besar, kita berusaha melepas. Luka, baik kecil baik besar tetap luka. Baik sakit baik tidak tetap luka. Maka jutaan luka berkumpul saling menanyakan kabar satu sama lain yang tidak ada yang baik-baik saja. Setelahnya semua pecah. Pecah menjadi kepingan-kepingan kecil yang semakin lama semakin kecil sehingga tidak terlihat lagi oleh mata siapa pun bahkan mata luka itu sendiri. Rasa sakit yang adalah ciri khas luka, pun hilang. Lantas tak lama lagi, sekumpulan luka baru akan tiba. Dan lupa akan selalu menjadi tempat terakhir bagi mereka yang terluka.

Baik

     Semua orang menuntut haknya untuk berbicara, apalagi di sosial media. Katanya, semua orang bebas mengemukakan pendapat. Mereka mau hak-haknya terpenuhi, tapi enggak mau jalanin kewajiban buat bertata krama yang baik. Sosial media emang bikin semua orang bebas mengemukakan pendapat, tanpa harus terima konsekuensinya. Dan itu yang bikin pendapat-pendapat di sosial media, atau komentar-komentar di laman sosial media orang lain justru jadi ajang mengeluarkan kalimat paling jahat. Semua orang tahu bahwa mereka bebas berpendapat, tapi enggak semua orang tahu kalau ada tata krama dalam menyampaikan pendapat apalagi melalui sosial media. Dengan alasan demi kebaikan seseorang, tapi dengan cara yang jahat. Caci maki, bentakan, omelan, bahkan hujatan. Semua kata-kata jahat disusun sedemikian rapi cuma dengan alasan demi kebaikan. Padahal kata-kata yang dilontarin cuma jadi "tameng" atas rasa capeknya sama realitas. Sosial media jadi sasaran buat luapin semua emosi dalam diri ya...

:)

Waktu itu dia bilang dia enggak suka sama aku. Dia enggak tau aja, aku lebih enggak suka sama aku. Waktu itu dia bilang dia benci aku. Dia enggak tau aja, aku lebih benci aku. Waktu dia bilang dia kecewa sama aku. Dia enggak tau aja, aku lebih kecewa sama aku. Udah kecewain diri sendiri, kecewain orang lain juga. Enggak perlu capek-capek sampein rasa kesal kamu ke aku, soalnya aku udah rasain itu lebih dulu. Malah berlebih. Kamu benci aku, aku benci aku 10x lipat. Kamu kecewa sama aku, aku kecewa sama aku 10x lipat. Ya kamu enggak tahu aja, aku enggak suka sama aku. Semuanya. Makanya aku enggak suka bahas aku, karena enggak ada yang bagus.

Kepala, Akar Semua Masalah

Isi kepala sendiri yang berantakan, orang lain yang disalahin. Diri sendiri yang pendam masalah, orang lain yang dijadiin pelampiasan. Hidup sendiri yang belum berhasil, orang lain yang harus tanggung ruginya. Kadang, kita ngerasa paling susah. Padahal ada yang lebih disusahin dari kita. Kita enggak mau susah sendirian, enggak mau sedih sendirian, jadi orang lain adalah sasaran empuk buat luapin semua emosi. Ditahannya di kita, meledaknya di orang lain. Disimpannya di kita, dibagiinnya di orang lain. Iya, paham kok semua butuh pelampiasan. Tapi kalau diri sendiri yang sengaja simpan, kenapa harus orang lain yang sabar? Kenapa harus orang lain yang enggak tahu apa-apa, kena caci maki yang seharusnya kita sampein ke diri sendiri? Ya ... namanya manusia ... maunya enaknya aja.