Posts

Kematian itu Membingungkan

Kematian itu membingungkan, kan? Tahu-tahu, orangnya enggak ada. Tahu-tahu, hanya sisa kenangan dan memori di kepala. Sesekali diabadikan di dalam foto atau video, yang jelas tidak semua momen terekam di sana. Walau beberapa memori memang hanya patut diingat dalam kepala, tidak lebih. Tapi, alih-alih menakutkan, kematian itu membingungkan. Tiba-tiba saja, orang yang selama ini kita ajak ini dan itu enggak ada. Tiba-tiba saja, orang yang kita jadikan tempat bersandar itu enggak ada. Tiba-tiba saja, dalam sekejap, semuanya hilang. Kalau kehilangan memori, masih bisa buat memori baru. Tapi kalau kehilangan sosoknya, apa yang bisa dibuat lagi dari awal? Kematian memang membingungkan. Lebih-lebih kematian orang lain yang pertama kali dalam hidup kita. Bagaimana pada akhirnya kita mengerti, bahwa semua manusia akan kembali pada pemilik-Nya. Bagaimana pada akhirnya kita mengerti, bahwa semua memori itu tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Bagaimana kita mengerti, untuk saling menjaga dan m...

Tempat Berhenti

     Bagaimana mimpi kerap membuat kita berpikir bahwa hidup ternyata hanya perjalanan yang sia-sia. Perjalanan yang kerap kita ulangi berulang kali untuk hasil yang sama-sama belum berhasil. Untuk hasil yang sama-sama mengecewakan diri sendiri untuk kesekian kalinya. Tapi ternyata, hidup bukan hidup tanpa mimpi. Bukankah mimpi satu-satunya yang bisa membuat manusia tetap berusaha, tidak pernah merasa lelah, dan terus mengulangi langkah yang sama tapi dengan cara yang lebih baik?      Berulang kali jatuh. Berulang kali bangkit. Berulang kali berusaha. Jatuh lagi. Bangkit lagi. Berusaha lagi. Hidup, hanya serangkaian dari percobaan bangkit dari rasa sakit yang semakin sering akan semakin sakit. Tidak ada yang pernah terbiasa dengan rasa sakit. Pun, tidak pernah ada yang terbiasa dengan keberhasilan yang berulang kali. Keberhasilan, tentu akan lebih manis ketika sudah merasakan gagal yang berkali-kali. Sembuh, akan terasa lebih menyenangkan setelah mengalami...

Papa

     Suatu hari, aku sedang duduk di bangku kelas bersama puluhan teman-temanku. Kami tengah mengerjakan soal ketika pintu kelas diketuk oleh seorang anak dari kelas sebelah. Pintu terbuka, mata anak laki-laki tertuju padaku yang secara kebetulan duduk di barisan paling depan. Tepat di pojok, memudahkan matanya untuk mencariku. Dengan wajah sedikit canggung, ia membuka mulutnya,"Itu, kakek kamu nyariin di bawah." Terdengar seorang anak berbicara secara spontan,"Kakek? Hahaha, rajin banget kakeknya nyamperin ke sekolah." Aku terdiam sejenak, kemudian bangkit dari kursi. Kupikir tidak perlu menanggapi omongan anak itu. Toh, dia tidak tahu apa-apa. Anak laki-laki tadi lantas pergi dari depan kelas dan kembali ke kelasnya. Aku meminta izin pada guru untuk menemui seseorang yang anak tadi sebut sebagai kakekku. Aku tahu itu bukan kakek. Kakekku sudah meninggal jauh sebelum aku duduk di bangku sekolah ini. Tidak ada keluarga besarku yang tahu di mana aku bersekolah. Bukan...

Isi

     Pernah, mau pergi tapi enggak harus ajak siapa. Pernah, kalau ada video lucu enggak tahu harus kirim ke siapa. Pernah juga di keadaan darurat, tapi enggak tahu harus minta tolong ke siapa. Rasa-rasanya, sosok teman yang kayak gitu belum ada. Atau mungkin enggak akan pernah ada? Tapi, dengan semua yang ada sekarang pun, bisa bikin yang kecil ini tetap merasa ada. Karena sosok-sosok lain di sekitarnya selalu bisa bantu di saat diri sendiri enggak bisa bantu lagi. Ya, teman dekat yang kita mau mungkin belum ada. Tapi teman-teman yang ada untukmu sekarang, berhasil membuatmu selalu merasa ada. Lama-lama, yang kamu rasa kosong dalam diri, akan terasa penuh lagi seperti sebelumnya. Pelan-pelan ya, kita isi ruang yang kosong dengan diri sendiri dan kehadiran makhluk-makhluk kecil yang selalu menjadi bahu untuk kita berasndar, yang selalu menjadi rumah kedua kala kita jenuh dengan rumah yang sebenarnya.

Kita Tahu yang Terjadi Berbalik dengan Apa yang Kita Doakan

     Menyenangkan. Bagaimana kita sama-sama bertemu pada satu titik, menutupi keresahan dan luka masing-    masing, bersikap seakan-akan hidup memperlakukan kita dengan seadil-adilnya. Bagaimana semua yang sudah kita usahakan berjalan dengan semestinya, berjalan sesuai dengan bayangan dalam kepala yang kita tahu apa yang terjadi justru berbalik jauh dengan apa yang kita doakan. Semua yang kita pikir baik ternyata buruk. Semua yang kita hindari ternyata baik. Semua yang kita kira akan tinggal ternyata pergi meninggalkan, yang kita kira terbarik ternyata adalah terburuk. Kita semua bertemu pada satu titik yang sama. Titik penyesalan, kekesalan, keputusasaan. Tapi tidak ada, barang satu orang pun, yang mengatakan bahwa semua berjalan dengan buruk. Sangat buruk .

Kupu-kupu

     Yang tampak di kedua matanya hanya warna hitam, atau paling tidak abu. Banyak hal baik di luar yang patut dilihat, tapi semuanya tertutup kabut yang ia buat sendiri lantaran kesedihan hatinya yang makin hari semakin dalam. Padahal dunia ini cantik bentuknya, harum wanginya. Kenapa memberikan batas pada diri sendiri untuk memandang awan yang gelap, padahal ada jutaan kupu-kupu warna-warni yang sedang mewarnai dunia?

Sembuh dan Menang

     Maunya ya pasti senang aja. Enggak mau dikasih susah, enggak mau dikasih kalah, enggak mau dikasih sedih, enggak mau dikasih sakit, enggak mau dikasih kecewa. Tapi rasanya kalau kita enggak mau dikasih perasaan-perasaan enggak enak, kita lupa ya, kalau senang adalah sesuatu yang luar biasa besar. Sesuatu yang enggak semua orang punya.       Seperti yang semua orang selalu bilang. Kita enggak akan tahu rasanya sembuh kalau enggak dikasih sakit. Enggak akan tahu rasanya menang kalau enggak dikasih kalah. Harus rasain yang enggak dulu, supaya apa yang buat kita senang di hari besok, bisa kita rasain sepenuhnya.  Kita enggak akan belajar dan coba buat jadi senang, kalau kita enggak pernah dikasih kecewa, kan?