Maaf ya, Pak.
"Kalau begini ceritanya, lebih baik kamu Bapak nikahkan saja! Susah-susah dirawat dari kecil, sudah besar kok nyusahin aja bisanya! Anak goblok!"
"Memang Bapak pikir semua bakal selesai dengan menikah? Apa pernikahan serendah itu di mata Bapak?"
"Setidaknya dengan menikah kamu bisa berguna buat orang lain, buat suamimu. Kamu jadi tanggung jawab orang lain, Bapak enggak kesusahan lagi cari uang sana sini cuma buat kamu. Bisanya nyusahin aja!"
"Pak, aku juga udah berusaha banget. Setiap hari aku begadang, belajar. Tapi ya gimana Pak, mungkin emang belum rejekinya aja kampus itu buat aku."
"Ya mana buktinya kamu udah berusaha? Orang gagal gitu kok, dibilang udah berusaha. Berusaha itu ya kalau kamu udah diterima!"
Ranti menghela napas panjang. Dia tahu hal ini akan terjadi, tapi dia tidak tahu kalau Bapak benar-benar akan menikahkan dia kalau dia gagal lagi masuk universitas.
Tiga tahun terakhir, Ranti sudah jadi pengangguran. Setelah lulus SMA, dia tidak kunjung berhasil lolos tes masuk perguruan tinggi negeri. Sementara untuk kampus swasta biayanya terlalu mahal. Beasiswa pun dia tidak dapat-dapat. Akhirnya setelah pengumuman hasil tes beberapa menit lalu, semuanya terjadi. Amarah Bapak meledak karena dirinya.
Malam hari, Bapak tidak terlihat melunak sedikit pun. Omelan dan kata-kata kasar terus dilontarkannya. Makan malam Ranti juga tidak dipikirkan. Akhirnya malam itu, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu. Ia tidak boleh mengecewakan Bapak lagi. Bapak pasti sudah berjuang habis-habisan untuk dirinya. Sementara yang ia berikan pada Bapak hanya kekecewaan yang selalu bertambah besar.
Ranti melangkahkan kakinya ke luar rumah setelah meletakkan selembar kertas di sebelah tempat tidur Bapak.
Ia berjalan. Menyusuri laut. Berjalan, hingga laut semakin dalam, dan ujung kepalanya menghilang di bawah derasnya arus ombak.
"Maaf ya Pak, aku gagal. Gagal semuanya. Gagal capai mimpi aku dan Bapak, gagal jadi anak. Pasti Bapak kecewa banget sama aku, aku paham, Pak. Karena itu aku pilih keputusan ini, supaya masa tua Bapak dihabiskan dengan tenang. Uang tabunganku ada di lemari, bisa Bapak pakai buat kebutuhan Bapak. Maaf Pak, aku cuma bisa ngecewain. Maaf, impian Bapak buat lihat aku jadi sarjana belum bisa aku wujudin. Kalau aku pergi, Bapak harus hidup sehat dan bahagia ya? Janji. Bapak udah jadi orang tua yang baik banget buat aku. Mau kerja keras demi aku, apalagi semenjak Ibu enggak ada. Bapak pahlawan buat aku. Maaf Pak, aku bisanya nyusahin dan nambah beban. Aku enggak mau nyusahin Bapak lagi, jadi aku pergi aja. Bapak cukup tanggung jawab sama diri sendiri. Jangan pikirin aku. Aku bakal baik-baik aja di luar, jangan khawatir. Jangan cari aku ya, Pak, enggak akan ketemu."
Comments
Post a Comment