pilihan untuk merasa bahagia

    Sebetulnya, apa hal yang bisa membuat seseorang merasa senang atau bahagia? Ketika memperoleh apa yang diinginkan? Dikelilingi orang-orang yang baik dan supportif? Mendapatkan dukungan untuk semua hal baik yang seseorang lakukan? Memakan makanan yang lezat tanpa melihat murah dan mahal harganya? Membeli barang-barang yang diinginkan? Pergi jalan-jalan dan menikmati keindahan alam selama apa pun yang diinginkan? Atau ada hal-hal lain yang membuat seseorang senang?

    Menurutku sendiri, senang dan bahagia merupakan dua hal yang berbeda. Senang berada di bawah bahagia. Jadi ketika orang merasa bahagia, mereka juga merasa senang. Tapi ketika orang merasa senang, mereka tidak merasa bahagia. Karena bahagia lebih satu tingkatan di atas senang. Entah apa pun bentuknya dan bagaimana rasanya, kupikir aku bisa membedakan kapan senang dan bahagia itu bisa dirasakan (meski tidak tahu pasti). Ada juga yang mengatakan kita baru merasa bahagia ketika di sana ada orang-orang lain yang terlibat (tapi aku tidak terlalu setuju, karena artinya kita hanya akan merasa senang jika sendirian dan merasa bahagia jika bersama-sama). Apa pun itu definisi senang dan bahagia bagi semua orang, aku memilih untuk menghargainya (toh hal itu tidak penting bagi tulisanku yang ini).

    Aku sering sekali mendengar adanya ungkapan bahwa bahagia itu sederhana. Seseorang tidak memerlukan alasan yang terlalu rumit untuk merasa bahagia. Tapi, semua orang tentu ingin merasa bahagia. Kupikir semua orang memiliki keinginan itu, bukan? Namun pada kenyataannya, tidak semua orang merasa bahagia. Mungkin termasuk aku. Karena aku masih tidak mengerti bagaimana rasanya bahagia. Entah aku lupa, atau belum pernah merasakaannya (cenderung memilih alasan yang pertama).

    Ada seseorang yang kuikuti di media sosial. Ia kerap membagikan kehidupannya di luar negeri, negara yang sangat ingin kukunjungi. Aku senang dengan budaya dan banyak hal tentang negara itu meski bagi orang lain hal-hal yang kusenangi itu hanya hal sederhana. Suatu hari, ia pergi berlibur ke luar negeri. Tempatnya berasal, dan bukan lain adalah negara yang kutinggali selama aku hidup. Meski berada di kota yang berbeda, karena ia pergi liburan ke suatu kota yang sudah terkenal akan tempat wisatanya yang berhasil menarik banyak turis dari dalam maupun luar negeri. Pada waktu itu, kalau aku tidak salah ingat, ia sedang mengabadikan momen ia berada di pantai dengan keluarganya (atau pasangannya, aku tidak terlalu ingat). Dia menambahkan tulisan pada video yang ia unggah di media sosial, katanya,"Bahagia itu sederhana, ya." Kemudian aku tertawa kecil. Bagaimana mungkin kebahagiaan yang dia rasakan bisa terasa kecil, sementara ia pergi ke negara ini untuk berlibur, menghabiskan banyak uang, dan mencoba banyak hal-hal baru? Apakah itu yang ia sebut sebagai bahagia itu sederhana?

    Pada awalnya, tidak terpikir sama sekali olehku bahwa dia tidak bisa merasakan apa yang dia rasakan saat itu di negaranya sendiri. Karena itu ketika akhirnya ia bisa merasakannya (dan mungkin itu adalah hal yang sudah ia nanti sejak bertahun-tahun lamanya) ia merasa sangat bahagia dan mengatakan bahwa bahagia itu sederhana. Memang, ia menghabiskan banyak uang untuk melakukannya. Ia mengeluarkan banyak usaha untuk bisa pergi ke sini dan melakukan apa pun yang ingin ia lakukan. Tapi bukankah dia bisa saja memilih untuk tidak bahagia meski sudah bisa mendapatkan semua yang ia inginkan? Itu yang muncul di kepalaku, beberapa bulan lamanya setelah ia kembali ke negara tempat ia tinggal.

    Yang kumaksud dengan ia memilih untuk tidak bahagia adalah, meski ia sudah mengeluarkan dan mendapatkan banyak hal, ia bisa saja memilih untuk tidak merasa bahagia. Kalau saja ia memiliki pemikiran bahwa hal yang ia rasakan adalah hal-hal yang juga bisa dirasakan oleh banyak orang sehingga itu bukan sesuatu yang istimewa, mungkin akan lain ceritanya. Maksudku, dari banyaknya perasaan yang ada di dunia ini, dia memilih untuk bahagia. Dia mengatakan bahagia itu sederhana, meski sudah mengeluarkan banyak hal yang memang sudah seharusnya ia dapatkan. Tapi bagiku, ia hanya bergurau dengan kata-kata bahwa bahagia itu sederhana karena membayangkan ada berapa banyak hal yang harus ia keluarkan (terutama uang). Ternyata tidak seperti itu. 

    Terdapat perbedaan pandangan di sini. Antara aku dan dia. Bagi orang itu, dia merasa bahagia karena bisa pergi bersama keluarganya, bisa merasakan hal-hal yang sudah ia nantikan sejak lama, bisa pergi berlibur ke negara yang ia inginkan. Sementara dari sudut pandangku, ia pergi berlibur dengan menghabiskan uang banyak karena itu sudah sepatutnya ia merasa bahagia. Namun sekarang kupikir aku salah. Bagaimana jika aku berada di posisinya? Aku pergi berlibur ke negara yang kuinginkan, baik itu sendiri atau dengan orang yang kusayang. Di sana, kurasakan banyak pengalaman baru yang tidak akan mungkin aku dapatkan di negaraku sendiri. Tentunya aku merasa bahagia juga, bukan? Perbedaan yang cukup jelas di sini adalah apa yang menurutnya bahagia, memang belum tentu bisa membuatku bahagia. Dia pergi ke negara yang kutinggali, jadi kurasa itu hal yang biasa saja. Dia pergi untuk makan makanan yang biasa kumakan, jadi kurasa itu hal yang biasa saja. Dia menemukan hal yang sudah biasa kulihat, jadi bagiku itu hal yang biasa saja. Begitu juga sebaliknya. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, bahwa dia tinggal di negara yang sangat kusukai. Bagaimana jika aku pergi ke sana, makan makanan yang biasa ia makan, pergi ke tempat yang biasa ia kunjungi, merasakan hal-hal yang biasa ia rasakan? Bagi dia tentu itu biasa saja, tapi bagiku itu semua adalah hal yang menyenangkan.

    Bahagia itu pilihan. Dia memilih untuk menikmati apa yang bisa ia nikmati meski ia tahu di sisi lain ia juga mengeluarkan usaha (waktu, energi, uang, dan lain-lain) untuk bisa merasakannya. Padahal ia bisa saja merasa,"Kenapa aku harus mengorbankan banyak hal hanya untuk merasakan ini?" Bukankah begitu? Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, dari banyaknya perasaan di dunia ini, ia memilih untuk bahagia. Apa yang bagiku sederhana, belum tentu hal itu sederhana untuknya. Apa yang baginya sederhana, belum tentu hal itu sederhana untukku. Semua kembali pada sudut pandang masing-masing orang, bukan?

Comments

Popular posts from this blog

Validasi yang Dibutuhkan

Satu Hal yang Kini Tidak Lagi Kutakutkan; Ditinggalkan

Apakah semua orang yang berusia 21 tahun mengalami hal seperti ini?