Hari Buruk

    Dari 1-10, tingkat ketakutanku akan kematian adalah 7. Tapi suatu hari, tingkat kematian itu meningkat drastis. Dari 1-10, rasanya 100 atau bahkan 1000. Tidak tahu pasti apa pemicunya, tapi rasa takut itu memelukku dengan sangat erat sampai tidak ada satu detik pun yang kulewati tanpa mengingat kematian. Awalnya aku tidak mengerti apa yang kutakutkan. Apa aku takut dengan kematian itu sendiri, atau dengan kehidupan setelahnya? Apa aku takut dengan caraku mati suatu hari nanti? Apa aku takut meninggalkan semua yang kumiliki sekarang? Ternyata tidak. Ketakutan akan kematian, membawaku pada penyadaran bahwa aku hanya takut sendirian.

    Selama berhari-hari aku tidak bisa tidur. Setiap kali aku mencoba tidur, bayangan-bayangan akan kematian itu terus menghantuiku tanpa rasa lelah. Aku, yang biasanya tidur dengan mudah dan nyenyak serta bermimpi indah, pada waktu itu merasa kesulitan tidur yang luar biasa. Semalaman aku hanya bisa tidur kurang lebih 1-2 jam, dan akan tidur pulas pada pagi harinya (mungkin karena mataku sangat mengantuk dan aku tidur dengan sendirinya). Mimpiku tidak lagi memimpikan hal-hal menyenangkan dan aneh, tapi mimpi tentang kematian itu sendiri. Aku tidak mengerti kenapa rasa takut ini mendadak datang entah dari mana asalnya dan menakut-nakutiku seenaknya. Aku berusaha menyibukkan diri dengan apa pun yang bisa membuatku berhenti memikirkan tentang kematian, berusaha mengabaikan ketakutan yang ada dengan menonton film, membaca buku, dan melakukan hal apa pun itu yang bisa membuatku lupa dengan kematian meski hanya sejenak. Tidak sepenuhnya berhasil, tapi setidaknya pikiran itu tidak menghantuiku 24 jam.

    Setelah merasa tidak mampu lagi, akhirnya aku menceritakan apa yang kutakutkan pada seseorang. Aku menceritakan semuanya sambil menangis, mengatakan bahwa aku tidak ingin mati sekarang. Aku takut berpisah dengan keluarga terutama kedua orang tuaku, aku takut berada di bawah sana sendirian tanpa bisa melakukan apa pun. Setelah bercerita aku merasa sedikit lebih tenang, dan keesokan harinya kami memutuskan untuk pergi makan siang bersama. Pikiran buruk itu menghilang untuk sesaat. Dan setelah kupikirkan lagi, mungkin salah satu pemicunya adalah stress yang kualami. Aku jarang berkegiatan di luar rumah, sehari-hari aku hanya duduk di depan laptop mengerjakan ini dan itu. Tidak banyak kesempatan utnuk mengobrol dengan teman-teman lain karena mereka semua sibuk dan tidak bisa diganggu. Tidak ada pilihan lain selain menghibur diri sendiri semampuku.

    Sampai hari ini, ketakutan itu masih ada, tapi tidak menghantuiku selama 24 jam. Aku bisa tidur dengan tenang, aku mengerti cara mengelola pikiran-pikiran buruk itu, aku mengerti apa yang harus kulakukan jika pikiran buruk itu datang. Daripada memikirkannya dan menderita, semaksimal mungkin aku berusaha menghilangkan pikiran itu. Awalnya memang tidak mudah, tapi lama-kelamaan aku semakin terlatih dan bisa mengendalikan pikiran itu. Kepala adalah sumber dari semua ketakutanku. Meski rasanya menyesakkan, ada banyak hal yang bisa kudapat melalui kejadian-kejadian itu. Menghargai dan menjalani hidup sebaik-baiknya adalah satu-satunya cara untuk membuat hidup menjadi lebih bermakna, karena tidak akan ada penyesalan yang tertinggal nantinya.

Comments

Popular posts from this blog

Validasi yang Dibutuhkan

Satu Hal yang Kini Tidak Lagi Kutakutkan; Ditinggalkan

Apakah semua orang yang berusia 21 tahun mengalami hal seperti ini?