Kenapa Aku Menulis

Kenapa aku menulis?

    Pertanyaan itu muncul di benakku pada beberapa waktu. Ketika aku memutuskan untuk menjadi penulis suatu saat nanti, aku tentu sudah memikirkan bagaimana kehidupan seorang penulis pada umumnya. Hal apa saja yang harus kulalui jika aku benar-benar menjadi penulis suatu hari nanti. 

    Aku mengikuti beberapa penulis di media sosial. Beberapa penulis kerap membagikan kehidupan mereka, baik sebagai penulis maupun sebagai manusia pada umumnya. Dalam kepalaku, ketika seorang penulis membagikan betapa banyak tulisan yang harus ia koreksi, itu adalah sesuatu yang kuinginkan. Kalau kukatakan, aku ingin merasakan betapa melelahkannya harus mengedit tulisanku sendiri, betapa melelahkannya harus menandatangani ribuan buku agar pembaca merasa senang dan lebih dekat denganku. Mungkin beberapa orang akan merasa aneh karena aku tidak merasa ingin menjadi penulis agar terkenal dan sebagainya, tapi justur ingin merasa lelah. Tapi itu yang kurasakan, setidaknya sampai aku menulis ini. Memang, menjadi penulis terkenal tentu akan menyenangkan. Namamu dikenal di mana-mana, bukumu terpajang di rak best seller setiap toko buku, buku-bukumu diadaptasi ke film dan mendapat perhatian dari lebih banyak orang. Tentu hal menyenangkan untuk mendapatkan itu semua. Tapi lelah dengan pekerjaan, yang tidak lain adalah dengan tulisan dan tulisan, tentu tidak akan kalah menyenangkan. 

    Sebetulnya, aku sendiri tidak tahu pasti apa yang membuatku ingin merasa lelah sebagai seorang penulis. Bukankah lebih baik aku menjadi editor saja kalau aku hanya ingin merasa lelah dengan tulisan? Ternyata tidak. Ada sesuatu yang kemudian kujadikan alasan kenapa aku harus menjadi penulis mengikuti cita-cita finalku selama beberapa tahun terakhir ini.

    Ketika SMA dulu, aku tidak ingat saat kelas berapa, aku membuat satu akun instagram untuk membagikan tulisan-tulisanku. Awalnya aku tidak ingin ada yang mengetahui akun itu milikku, jadi aku merahasiakannya dari semua orang termasuk teman-teman. Namun seiring berjalannya waktu, satu per satu mereka mulai mengetahui dan mengikuti akun instagram itu. Aku membagikan tulisan di sana, berusaha menyusun feeds yang rapi dan membuatku senang saat melihatnya. Saat masa-masa awal aku melakukan itu, aku merasa biasa saja sampai pada akhirnya aku mulai memutuskan untuk mendapatkan lebih banyak pengikut meski tidak sungguh sungguh. Aku meminta beberapa teman untuk membagikan akun tulisan itu melalui akun mereka meski aku tahu cara itu terlihat sangat tidak efektif. Ketika orang lain mempromosikan akun jualan mereka, aku justru membagikan akun tulisanku yang belum tentu semua orang menyukainya. Akhirnya aku berhenti melakukan itu dan membagikan tulisan seperti sebelumnya meski pengikutku tidak bertambah banyak, sampai sekarang. Dan itu yang membuatku memutuskan mengharuskan diriku untuk menjadi penulis.

    Mungkin ini sudah 2 tahun sejak aku membuat akun itu, dan pengikutnya masih tidak bertambah banyak. Mungkin juga berkurang, aku tidak tahu pasti karena tidak pernah lagi memeriksanya. Aku tidak melihat berapa banyak yang menyukai tulisan itu, berapa banyak yang mengikuti akun itu, juga berapa banyak yang berinteraksi dengan akun itu. Setelah membagikan tulisan di sana, tanpa memeriksa apa pun, aku keluar dari akun itu. Hal itu selalu kulakukan sampai sekarang agar aku tidak merasa memiliki kewajiban untuk menambah pengikut dengan cara ini itu. Kuputuskan jika suatu saat akun itu memiliki pengikut, jumlah suka, dan komentar yang lebih banyak dari sekarang, maka sudah saatnya seperti itu. Artinya orang-orang sudah mengetahui tulisanku, mereka menyukainya, dan mereka datang dengan sendirinya. Bukan dengan aku yang berusaha memperkenalkan tulisan ini pada semua orang hanya agar mendapatkan rasa senang dari jumlah pengikut dan suka yang ada. Aku memutuskan untuk tetap menulis meski tidak ada satu orang pun yang membaca tulisanku saat ini. Aku melakukannya karena senang. Dengan menulis, ada banyak perasaan yang tidak bisa kuceritakan pada orang lain tapi bisa kuekspresikan melalui tulisan. Itu adalah hal yang mengharuskanku menjadi penulis suatu hari nanti.


Comments

Popular posts from this blog

Validasi yang Dibutuhkan

Satu Hal yang Kini Tidak Lagi Kutakutkan; Ditinggalkan

Apakah semua orang yang berusia 21 tahun mengalami hal seperti ini?