Uluran Tangan
Sejak lulus SMA, aku tidak memiliki banyak teman yang bersedia untuk mendengarkan ceritaku. Meskipun ada, aku tidak benar-benar bisa mengandalkannya dalam banyak hal. Ada beberapa teman yang tetap berada di sisiku meski sudah mengetahui bagaimana diriku ketika sedih atau marah, tapi mereka tetap ada di sana. Namun pada satu momen, aku menganggap mereka semua tidak ada. Momen di mana semua orang akan sibuk dengan dunianya sendiri dan meninggalkanku sendirian dengan masalah-masalah yang ada. Saat itulah aku merasa sangat kesepian dan membutuhkan sosok yang bisa kujadikan tempat bercerita, tapi entah sosok itu yang tidak atau aku yang tidak berani mengutarakannya, aku tetap merasa kesepian untuk waktu yang cukup lama. Bahkan perasaan seperti itu datang beberapa kali dan aku masih tidak bisa mengendalikannya sampai saat ini.
Masa-masa kesepian itu kemudian berlalu begitu saja tanpa aku tahu bagaimana caraku melaluinya. Meski penuh dengan air mata, perasaan tidak nyaman itu hilang begitu saja dan mengembalikan perasaan senang yang sebelumnya penuh. Pada saat itu aku merasa memang hanya aku yang bisa diandalkan di dunia ini, tidak seharusnya aku bergantung pada orang lain, dan aku harus bisa menghibur juga menjaga diriku sendiri karena tidak akan ada yang melakukannya sebaik diriku. Orang lain bisa saja membantu, tapi aku harus membantu diriku sendiri lebih dulu sebelum orang lain mengulurkan tangan. Berpikir demikian memang hal yang baik karena aku tidak bergantung pada orang lain terlalu besar lagi, tapi setelah kupikir-pikir, bukankah manusia memang seharusnya saling ada untuk sama lain? Berpikir bahwa aku harus mengatasi semuanya sendirian mungkin hanya memperburuk keadaan karena aku jadi tidak berani mengutarakan masalahku pada orang lain dan sibuk harus menyelesaikan ini dan itu sendirian. Padahal, uluran tangan dari orang lain mungkin adalah satu-satunya jalan keluar. Aku tidak bisa menyelesaikan semua masalah sendirian dengan tangan yang kecil ini, karena itu aku membutuhkan tangan orang lain. Namun jika aku berpikir bahwa aku hanya harus bergantung pada diriku sendiri, aku tidak akan menerima uluran tangan siapa pun selain tanganku. Hal itu justru membuat masalah yang sudah ada bertahan lama.
Dalam dunia ini, bergantung pada orang lain secara berlebihan memang bukan hal yang baik. Namun, bersikeras untuk menyelesaikan semuanya sendirian juga bukan hal yang baik. Bergantung pada diri sendiri justru membuatku menolak bantuan dari orang lain hanya karena aku berpikir itu masalahku, sehingga hanya aku yang mampu menyelesaikannya. Padahal kenyataannya tidak demikian. Ibarat membawa empat beban, tentu akan lebih ringan jika membagi dua beban itu pada orang lain dibandingkan membawa empat beban dengan dua tanganku. Kita memang harus berpikir bahwa pada akhirnya hanya kita yang ada untuk diri kita sendiri, tapi tetap sesuai dengan porsinya. Jangan sampai pemikiran seperti itu membuat kita menutup diri dari bantuan orang lain. Menurutku tidak ada salahnya untuk tetap mengandalkan orang lain pada beberapa waktu asal tidak melebihi ketergantungan kita pada diri sendiri, karena toh semua orang melakukannya. Semua orang menolong diri mereka sendiri dan menolong orang lain. Uluran tangan orang lain sangat membantuku pada saat aku tidak bisa lagi menopang diri sendiri. Bagiku, pemikiran bahwa pada akhirnya hanya kita yang ada untuk diri sendiri bisa digunakan dalam situasi yang berbeda. Ketika tidak ada seorang pun yang mengulurkan tangannya, kita tidak akan membiarkan diri kita jatuh hanya karena tidak ada orang yang menarik kita. Namun kita juga akan tetap meraih tangan orang lain yang memberikan bantuan agar kita tidak perlu berusaha terlalu keras agar tidak jatuh. Bertahan sendirian mungkin menguatkan, tapi bertahan dengan orang lain tentu akan lebih memudahkan.
Comments
Post a Comment