Jalan Buntu
Ada banyak jalan yang bisa ditempuh, tapi akhir dari perjalanannya adalah jalan buntu. Enggak pernah ada yang beritahu kalau menjadi dewasa berarti membiasakan diri dengan kegagalan yang bentuknya sangat beragam. Aku sering berandai-andai tentang bagaimana jika hidup sudah diberi kisi-kisi tentang apa yang benar dan salah, supaya kita enggak perlu menerka-nerka ada di jalan yang benar atau apakah akhir dari petualangan ini cuma sebuah kebuntuan. Enggak pernah ada di dalam bayangan bahwa kegagalan ternyata sesuatu yang harus dirasakan secara terus-menerus, dan diri enggak boleh lelah karenanya. Cukup enggak adil untukku, meski aku tahu Tuhan selalu lebih paham tentang apa yang baik dan enggak melebihi diriku sendiri.
Rasanya, perjalanan yang susah payah ditempuh ini pada akhirnya cuma akan mempertemukanku dengan kegelapan yang selama ini kuhindari mati-matian. Bagaimana kalau pada akhirnya, cerita yang berusaha kususun dengan sedemikian rapi ini, ternyata adalah cerita yang enggak seharusnya kutulis? Bagaimana kalau ternyata aku adalah penulis yang salah dari sebuah buku tebal? Juga bagaimana-bagaimana yang lain, yang aku tahu enggak akan ketemu jawabannya sebelum aku sendiri yang coba cari tahu.
Pada satu titik, jenuh dan lelah akhirnya menjelma jadi jawaban atas malam-malam tanpa tidur yang panjang. Peluh keringat dan air mata yang enggak bisa ditebak, sementara kepala cuma bisa membawa bayang-bayang bahwa hal yang lebih buruk akan menanti di depan. Bukankah itu hal yang mungkin? Bukankah bisa saja, perjalanan yang kita anggap akan menyenangkan ini justru membawa kita pada sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada di dalam rencana sebab terlalu menyeramkan? Tidak bisakah kita diberi sedikit saja kisi-kisi tentang bagaimana kita harus menjalani hidup ini?
Yang lebih menyeramkan dari kebuntuan adalah kesendirian yang tidak pernah bisa teratasi dengan tuntas. Pada akhirnya, aku akan menemui jalan-jalan buntu itu seorang diri. Tanpa topangan siapa pun, tanpa uluran tangan yang tanpa kusadari ternyata kunanti-nanti kedatangannya. Menjadi dewasa berarti membiasakan diri dengan kegagalan seorang diri, tanpa berharap bantuan akan datang sewaktu-waktu, sebab semua orang sedang bertahan dari benturannya masing-masing.
Comments
Post a Comment