Fase Baru
Aku tidak pernah menganggap tidak mempunyai pasangan adalah hal yang salah, sampai temanku mulai jarang meluangkan waktu untukku. Aku tahu betul bahwa prioritas masing-masing orang akan berubah seiring berjalannya waktu, pun denganku. Dengan mengetahui hal itu, tentu aku tahu bahwa orang-orang terdekatku akan melupakanku dan memilih prioritas mereka yang baru. Aku tahu hal itu, tapi sepertinya aku belum terlalu siap dengan kenyataan itu.
Aku adalah orang yang cukup sering mementingkan orang lain dibandingkan diriku sendiri. Aku berusaha mengesampingkan keinginan kalau ada orang terdekatku yang menginginkan hal yang berlawan. Aku berusaha untuk terus ada bagi mereka selama 24 jam, kalau saja suatu waktu mereka membutuhkan kehadiranku. Salah satu caraku agar selalu ada untuk mereka adalah dengan tidak mematikan ponselku saat tidur di malam hari. Meski aku adalah orang yang cukup mudah terbangun jika mendengar notifikasi dari pesan masuk, aku nyaris tidak pernah membiarkan ponselku dalam mode senyap. Beberapa temanku pernah meneleponku pada tengah malam, mereka mengatakan bahwa mereka tidak bisa tidur dan membutuhkan teman. Aku membiarkan ponselku tersambung dalam panggilan sampai pagi hari ketika mereka mematikan kembali telepon itu. Dengan begitu, mereka bisa menghubungiku selama 24 jam. Aku hanya ingin terus ada untuk mereka, karena aku tahu betul bagaimana rasanya tidak memiliki seseorang ketika aku benar-benar membutuhkannya.
Seiring berjalannya waktu, teman-temanku mulai memiliki kesibukan lain dan menemukan pasangannya masing-masing. Kebiasaanku membiarkan telepon menyala pada malam hari tidak pernah berubah sampai detik ini, meski aku tahu kemungkinan mereka menelepon tidak lagi sebesar dulu. Kalau mereka terbangun pada malam hari dan membutuhkan orang untuk menemani mereka, mereka tidak lagi menekan kontakku. Mereka menekan kontak pasangan mereka masing-masing. Tentu, sesekali mereka tetap menghubungiku. Tapi frekuensinya sangat berkurang jauh. Aku tidak ingin mempermasalahkan hal itu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan pernah bisa terus-menerus menjadi bantuan nomor satu untuk semua orang. Aku tahu bahwa suatu hari, satu per satu dari mereka akan menukar urutan prioritasku dengan orang lain. Sayangnya, aku tidak pernah tahu bahwa hal itu akan terjadi sekarang. Sebab aku selalu menempatkan mereka sebagai prioritas nomor satu. Tidak ada yang tidak penting, sedikit penting, atau sangat penting. Semuanya berada dalam bagian sangat penting dan sulit untuk mengubahnya.
Dari sana, aku mulai merasa bahwa orang-orang terdekatku, tanpa mereka sadari, membuatku harus meyakinkan diri bahwa aku baik-baik saja dengan kondisiku yang saat ini. Tidak ada yang salah dengan hidupku karena sampai saat ini, aku masih bisa menjalaninya dengan baik. Aku pun tahu bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang dengan sengaja membuatku merasa seperti itu. Hanya saja, aku memiliki sensitivitas yang lebih besar. Hal itu pula yang membuatku mulai merasa terganggu dengan hal yang sebetulnya mungkin bagi sebagian orang baik-baik saja. Aku hanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk membuatku sadar bahwa pada akhirnya, aku hanya memiliki diriku sendiri. Selalu ada ruang tidak percaya terhadap orang-orang terdekatku, karena aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Merasa dibutuhkan adalah salah satu perasaan yang paling penting. Merasa dibutuhkan membuatku bertahan, hari demi hari, untuk menyambut uluran tangan dari mereka yang membutuhkan. Merasa dibutuhkan membuatku lebih hidup, karena membantu orang lain adalah cara terbaik untuk menjadi manusia seutuhnya.
Dengan kesendirian yang kurasakan sekarang, kuharap, akan selalu ada satu orang yang menjadikanku bantuan nomor satu dalam kontaknya. Karena dengan itu, jalanku bertahan hidup akan lebih mudah.
Comments
Post a Comment