Mati Adalah Hal yang Mutlak
Kita akan kehilangan setiap hari. Nyawa demi nyawa, kematian demi kematian. Lantas apa yang harus diusahakan kalau masa depan adalah kematian yang mutlak? Kalau mungkin saja, kita tidak akan menemui pernikahan dan masa depan yang gemilang melainkan kematian kita sendiri? Apakah jarak kita dengan Tuhan sudah semakin dekat atau justru semakin jauh? Apakah kita sudah terbiasa untuk kehilangan atau tidak ada orang yang bisa terbiasa dengan kehilangan? Lalu bagaimana kematian itu pada hari yang biasa saja justru hendak menjemput kita padahal kita tak menginginkannya? Atau ketika kita sangat menginginkan kematian itu sendiri, tapi ia tak kunjung datang lantas kita memilih untuk menjemputnya? Seperti apa hidup di sekeliling kita begitu kita memutuskan mati lebih dulu? Apakah kematian itu adalah keputusan atau keputusasaan?
"Tuhan, jarak kita semakin dekat." (Laut Bercerita)
Lalu setelahnya, aku mati menjemputnya.
Comments
Post a Comment