Posts

Yang Asing

     Aku merasa aneh. Belakangan ini, setelah bertemu dengan orang banyak meski itu adalah orang-orang yang kukenal, aku sering merasa lebih cepat kehabisan energi setelahnya. Selama ini, aku cukup sering mengajak teman-temanku bertemu karena bertemu dengan mereka dapat membuatku lebih semangat melakukan banyak hal begitu aku pulang. Ketika bertemu dengan orang asing pun, beberapa kali aku membuka obrolan lebih dulu. Setelahnya, aku akan merasa senang karena bisa berkenalan dengan orang baru. Energiku melonjak setelah berinteraksi dengan orang lain. Namun, belakangan ini aku tidak merasa demikian.      Setiap kali pulang setelah bertemu dengan teman atau menghadiri suatu acara, entah kenapa aku merasa kehabisan semua energiku. Aku tidak bisa membalas pesan mereka, tidak ingin berinteraksi dengan mereka meski hanya di media sosial. Beberapa hari lalu, aku justru menonaktifkan media sosialku untuk menghindari interaksi-interaksi itu. Beberapa temanku mengirim...

Ia (aku)

     Kenapa semakin berusaha mengikhlaskan, justru rasanya semakin menyakitkan? Apakah keikhlasan selalu mengorbankan rasa sakit? Apakah ia bisa, bertahan pada waktu sampai ketika ia tahu bahwa keikhlasan tidak selalu memaklumi rasa sakit?       Ada banyak penolakan yang pernah ia temui dalam hidupnya dan ia berhasil mengikhlaskan semua itu. Tapi kenapa ia tidak bisa melakukan hal yang sama sekarang? Kenapa ia bahkan takut untuk mengikhlaskan seseorang padahal tidak pernah ada apa-apa di antara mereka? Bukankah ini hanya sebuah permainan, ajang untuk saling menghibur satu sama lain, dan sekarang ia menyerah untuk melakukannya lagi sebab ia membutuhkan sebuah jawaban? Jawaban yang tidak melulu menyenangkan, karena hanya jawaban dan kejelasan yang bisa membawanya ke jalan yang baru sekarang. Paling tidak, dengan adanya jawaban, ia tahu ke mana kakinya harus melangkah. Tahu apa yang harus dilakukan, juga tahu apa yang harus ditinggalkan.    ...

Kenapa Aku Tidak Bisa Menolong Diriku Sendiri?

     Beberapa hari lalu, temanku mendatangiku. Ia bercerita tentang masalah yang sedang ia hadapi, yang rasanya terlalu sesak, hingga akhirnya menangis di hadapanku. Aku menerimanya, tidak mempermasalahkan hal itu, mendengarkan dan memberinya sekotak tisu karena hanya itu yang bisa kulakukan. Aku sangat kesulitan ketika harus menghadapi seseorang menangis di hadapanku karena tidak tahu apa yang harus kulakukan. Haruskah aku memberinya kata-kata yang bisa menghibur? Haruskah aku memberikan kata-kata penyemangat? Haruskah aku memeluknya? Haruskah aku mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja? Aku tidak tahu, karena itu aku hanya melakukan apa yang terlintas di kepalaku saat itu. Mungkin beberapa orang akan melihat bahwa aku adalah orang yang tidak bersimpati pada orang lain. Bagaimana mungkin seseorang menangis di depanku tapi aku hanya diam, memberinya tisu, tanpa mengatakan apa-apa? Tapi, kalau saja aku tahu hal baik apa yang bisa kulakukan lebih dari diam dan memberikan...

Harapan Untuk Diri Sendiri

Aku harap, aku bisa menjadi diri sendiri tanpa merasa khawatir dengan pandangan orang lain terhadap diriku. Aku harap, aku bisa menjadi orang yang membuat orang lain tersenyum setiap kali mereka melihatku. Aku harap, aku bisa menjadi orang yang terlintas di kepala mereka ketika mereka membutuhkan bantuan. Aku harap, aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk cerita keluh kesah yang sulit mereka keluarkan dari kepala. Aku harap, aku bisa membawa energi positif setiap kali aku berada di dekat mereka. Aku harap, aku bisa menjadi orang yang mereka butuhkan. Aku harap, aku tidak pernah menjadi orang yang mematikan mimpi mereka. Aku harap, aku bisa menjadi orang yang berada di sebelah mereka untuk mendukung semua mimpi-mimpi mereka.

Yang Tidak Diperuntukkan Untuk Kita

     Ada banyak penolakan yang pernah kuterima dalam hidupku. Setiap kali penolakan itu datang, secara otomatis aku berusaha memperbaiki kesalahan yang kulakukan sebelumnya agar hasil berikutnya bisa lebih baik. Kupikir, untuk semua hal yang ada di dunia ini, akan bisa berhasil jika diusahakan sekeras-kerasnya. Namun, pikiran itu hilang ketika akhirnya aku menyadari bahwa ada beberapa hal di dunia ini yang memang tidak diperuntukkan untukku meski aku sudah mengusahakannya sebisa mungkin.      Aku menyukai seseorang dan mengusahakan banyak hal untuk itu. Meninggalkan banyak hal yang kusuka, berubah menjadi seseorang yang mungkin saja bisa menyerupai masa lalunya atau lebih baik, menyukai semua hal yang ia sukai, melakukan semua hal hanya agar ia melihatku. Aku berubah menjadi seseorang yang tidak kukenal lagi, dan bagiku, itu adalah hal yang luar biasa besar. Hal yang tidak akan mungkin kulakukan jika aku tidak benar-benar menyukainya. Saat itu, yang kupikir...

Merayakan Perasaan Diri Sendiri

     Kadang, menyimpan perasaan pada seseorang membuat beberapa orang kehilangan banyak hal. Banyak hal yang harus dikorbankan untuk perasaan yang belum memiliki kejelasan akan seperti apa akhirnya. Tapi, bukan berarti perasaan tidak berbalas tidak perlu diperlakukan seakan-akan ia tidak ada di sana. Meski hanya sebuah perasaan yang satu arah, perasaan kita juga harus dihargai dan dirasakan bahwa ia memang ada di sana. Bukan tentang bagaimana perasaan kita mendapatkan timbal balik, tapi tentang bagaimana kita membiarkan diri kita untuk tenggelam dalam perasaan yang ingin dirasakan. Sederhana, memang. Membiarkan perasaan kita untuk mengambil alih ke mana diri ini akan memusatkan perhatiannya. Sebuah perasaan tidak berbalas, juga harus dirasakan.      Mungkin, untuk beberapa orang, mereka memilih untuk menghilangkan perasaan itu secepatnya karena itu hanya perasaan yang bisa diberikan tapi tidak bisa diterima kembali. Mungkin, beberapa orang memilih untuk men...

Memilih Rasa Sakit

     Ternyata, kita bisa memilih sakit kita sendiri. Aku baru menyadari hal ini beberapa saat lalu, bahwa ternyata ada beberapa rasa sakit yang terjadi karena aku memilih untuk merasakannya.       Hal sesederhana mencari tahu sesuatu yang akan membuatku sakit hati dan sedih jika melihatnya, tapi pada beberapa waktu, aku tetap memilih untuk mencarinya. Mungkin, itu karena aku ingin memastikan apakah hal itu benar-benar ada atau tidak. Apakah hal itu betul-betul bisa membuatku sakit hati atau tidak. Aku harus melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku harus berulang kali melihat sesuatu yang menyakiti diriku sendiri, entah untuk apa.       Aku tahu pasti jawaban atas apa yang kucari akan sesuai dengan apa yang ada di dalam kepala, tapi kadang, rasanya tidak cukup hanya dengan membayangkannya di kepala. Aku harus melihatnya lagi dan lagi. Aku harus merasakan sakit hati itu dengan nyata, tidak hanya dengan bayang-bayangan yang berterb...