Posts

Showing posts from November, 2021

Yang Terakhir

    Semakin banyak yang datang, mengajakku memulai sebuah kisah baru dan mengukir kenangan-kenangan yang mereka janjikan akan indah, semakin kecil mereka di hadapanku. Karena kamu. Kamu yang tidak pernah menjanjikan kebahagiaan, sebab kamu bilang kebahagiaan tidak dapat ditebak. Kamu yang tidak pernah menjanjikan kebahagiaan, tapi selalu berhasil memberiku bahagia yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Mereka yang berjanji untuk menjagaku seumur hidup mereka, nyatanya menyerah di tengah jalan karena aku. Ya, aku.      A ku yang menolak pelukan hangat yang mereka berikan, aku yang menolak kenangan baik yang mereka usahakan. Kalau kamu bertanya apa alasannya, lagi-lagi kamu. Kamu yang tidak pernah menawarkanku pelukan atau kenangan baik, tapi selalu berhasil memberikannya ketika aku membutuhkannya. Kamu pula, yang berhasil memberikan kenangan baik yang sampai saat ini masih tertempel jelas di kepala. Semua tentang kamu. Ke mana pun aku pergi, kamu selalu men...

Kamu, Tempat Pulang Paling Tepat

"Buatku, kamu adalah tempat pulang yang paling nyaman." "Kenapa begitu?" "Karena cuma di kamu aku bisa nangis, aku bisa marah, aku bisa senang. Cuma di kamu aku bisa ngerasain apa pun yang seharusnya kurasain." "Tapi aku enggak mungkin ada di sebelah kamu selamanya. Suatu hari, kamu harus ngerasain itu semua sendirian." "Walau kamu enggak ada di sebelahku, walau aku enggak bisa lihat kamu lagi, kamu akan tetap jadi tempat pulang yang paling menyenangkan. Karena kamu tempat pulang paling tepat."

Bahagia itu Sederhana, Ya?

"Aku kena tegur terus, capek. Akhir-akhir ini enggak bisa ngerasa bahagia kayak dulu-dulu." "Bisa kok, kamu cuma lagi banyak aja yang harus dikerjain. Gapapa, kok." "Aku pengen ngerasa bahagia lagi kayak sebelum-sebelumnya, tapi aku enggak tahu caranya gimana." "Oh, kalau berdasarkan buku yang aku baca, sih, kamu berdoa sama Tuhan supaya kamu dikasih kebahagiaan. Jadi apa pun yang kamu lakuin, walau berat, kamu tetap bahagia. Kamu juga harus mau jadi bahagia, kamu harus berusaha buat jadi bahagia itu sendiri. Bahagia emang enggak mudah sih, cuma ya, harus diusahain." "Ah, ternyata caranya bahagia itu sederhana banget, ya?" "Hah, sederhana apanya?" "Sederhanalah, tinggal ada di sebelah kamu, dengerin kamu ngomong, liatin kamu senyum, aku udah bahagia, tuh?"

Aku Ingin Hidup dengan Baik

Aku ingin bahagia. Sekali saja dalam hidupku. Cukup sekali.      Aku ingin menjalani hidup tanpa rasa bersalah, tanpa beban yang seharusnya tidak menjadi bebanku, tanpa luka yang tak pernah bosan melukaiku, tanpa tangis yang selalu tak sabar membasahi pipi. Aku ingin hidup baik-baik saja. Aku ingin hidup bahagia seperti mereka semua yang bisa tertawa lepas. Kalau untuk hidup berbahagia adalah sebuah permintaan yang terlalu sulit, aku ingin hidup baik-baik saja. Cukup. Tak perlu berbahagia kalau memang tak bisa. Cukup hidup dengan baik-baik saja. Iut sudah sangat cukup untukku. Sungguh.

Sulung

  Aku juga manusia yang bisa merasa lelah. Aku enggak mungkin bisa melakukan semua hal. Aku juga harus menanggung semua tanggung jawab. Mama, papa, ada sedikit pesan yang ingin aku sampaikan.   Ma, Pa, aku juga manusia. Aku tahu mama dan papa berharap banyak padaku. Tapi kalau harapan itu tidak bisa aku penuhi, apa itu salahku? Apa aku memang enggak punya ruang untuk gagal? Apa aku memang harus mahir di semua hal?   Ma, Pa, aku tahu persis aku harus jadi contoh yang baik. Tapi aku pun seorang manusia yang masih berproses, enggak mungkin bisa langsung menjadi contoh yang baik untuk adik–adik. Aku juga manusia yang butuh waktu untuk berhasil.   Tapi mama, papa, terima kasih karena sudah memberikan kepercayaan yang begitu besar padaku. Terima kasih karena sudah berharap aku menjadi orang yang baik. Tapi maaf, enggak semua harapan mama dan papa mampu aku penuhi. Aku ingin mencari jalan untukku sendiri.   Untuk kamu, Sulung yang ada ...

Kita Pulang, tapi Kamu Tidak ke Rumah

  "Kita tuh enggak pernah tahu, Ra, kapan kita meninggal. Tiba-tiba udah enggak ada aja." "Apaan sih, tiba-tiba ngomongin meninggal. Udah bosen hidup, kamu?" "Bukan gitu, aku mau siap-siap aja. Siapa tahu kalau malam ini aku udah enggak ada?" "Eh apaan sih, enggak lucu, ah." "Emang aku lagi enggak ngelucu." "Ya ngapain ngomong kayak gitu? Kalau kamu meninggal, aku sama siapa? Kan kamu tahu aku cuma punya kamu. Kamu enggak boleh meninggal duluan. Janji, ya?" "Sebelum aku janji, aku nanya dulu. Kalau aku tiba-tiba meninggal aja, sih. Kamu jawab jujur, ya." "Ya, ya. Apa?" "Kalau aku ajak kamu jadi pacarku, kamu mau, enggak?" "..." "Enggak mau, ya?" "Mau." "Oke, makasih udah jujur." "Sekarang janji dulu enggak bakal pergi duluan." "Sayangnya, aku enggak bisa janjiin sesuatu yang aku enggak tahu bisa kutepatin atau enggak. Yang perlu kamu tahu, m...

Balikan, Yuk?

"Aneh ya, kita malah ketemu lagi gini." "Iya, padahal udah tiga tahun aku berusaha hindarin kamu." "Aku juga. Tiga tahun aku berusaha lupain kamu." "Eh, katanya lebih baik enggak berusaha dilupain, loh." "Kata siapa? Emang kenapa?" "Menurut buku yang kubaca, makin kita berusaha lupain seseorang, orang itu malah makin melekat di kepala. Percaya, enggak?" "Hm ... percaya, sih." "Jadi, kamu belum lupain aku, kan?" "Yaa enggak tahu, deh." "Iya atau enggak, jangan enggak tahu, gitu." "Emang kenapa?" "Iya atau enggak. Jawab dulu." "Iya iya, emang aku belum lupain kamu." "Nah. Cocok. Aku juga berusaha hindarin kamu tapi malah ketemu lagi." "Cocok apanya?" "Ya kita, cocok. Sama-sama gagal move on, kan?" "Hahaha ... Iya juga, ya?" "Yaudah, yuk balikan." "..." "Yuk?" "Ya ... boleh, deh ......

Beda

"Kamu tahu, apa yang paling menyeramkan jadi menjadi berbeda?" "Apa?" "Ketika ketika berpikir bahwa berbeda adalah hal yang salah." "Ya, benar juga. Ketika kita merasa bahwa berbeda adalah sesuatu yang salah, kita akan berusaha menyamakan diri dengan orang lain. "Iya, dan itu bisa membuat kita kehilangan diri kita sendiri tanpa kita sadari." "Dan untuk kembali ke diri kita yang semula, bukan hal yang mudah." "Tepat." "Padahal, jadi berbeda bukan hal yang menakutkan." "Setuju." "Lagi pula, memang mungkin menjadi sama oleh semua orang?" "Ya, dan banyak yang merasa kecil ketika berbeda. Padahal, berbeda justru membuat kita lebih terlihat dibanding yang lain, kan?"

Kita Bukan Luka, tapi Mimpi

"Kita mungkin bukan dua luka yang dipertemukan, tapi dua mimpi." "Kenapa dua mimpi harus dipertemukan? Ketika dua luka bertemu, mereka bisa saling menyembuhkan. Tapi dua mimpi?" "Itu dia. Dua mimpi untuk menyembuhkan. Kita memang bertemu untuk saling menyembuhkan, tapi tidak dengan menunjukkan luka masing-masing." "Kenapa harus bertemu untuk sembuh? Kenapa kita tidak sama-sama mencoba untuk sembuh satu sama lain?" "Karena kadang, kita membutuhkan orang lain untuk menyembuhkan. Kau tahu, kadang kita ingin sembuh. Tapi kita tidak bisa sembuh sendirian. Masing-masing dari kita sama-sama memiliki mimpi untuk sembuh, karena itu aku bilang bahwa kita mungkin hanya dua mimpi yang dipertemukan. "  

Pupus

"Ke mana perginya mimpi-mimpi itu?" "Mimpi apa?" "Mimpi yang tempo hari kamu bicarakan." "Oh, sudah kukubur dalam-dalam." "Kenapa?" "Sebab tak ada alasan lagi untuk menjadikannya kenyataan. Pupus. Begitu saja."

Jalan dan Harapan

"Lantas bagaimana dengan jalan yang sudah kita tempuh, bagaimana dengan mimpi yang sudah kita bangun?" "Runtuhkan saja, apalagi?" "Lalu semua yang sudah berlalu, harus dilupakan seakan-akan tidak pernah terjadi sejak awal?" "Ya. Untuk apa kita meneruskan perjalanan ini, untuk apa kita terus membangun mimpi-mimpi, jika kemudian kamu memilih jalan lain?" "Untuk menjadikannya sebuah kenangan dan pelajaran, mungkin." "Bukankah yang menyenangkan dari sebuah kenangan adalah adanya harapan bahwa hal itu akan terjadi lagi? Sementara kita, tidak ada harapan itu, kan?"

Kecil+Kecil+Kecil

     "Kenapa temen-temen gue yang usahanya enggak sebesar gue, udah sampe ke mimpi-mimpinya? Gue yang udah berusaha jauh lebih awal dan jauh lebhi besar dari dia, justru masih di sini-sini aja."      Padahal, kita enggak tahu usaha apa yang orang lain lakuin untuk sampai ke mimpi-mimpinya. Kalau dia ternyata diam-diam lebih giat dari kita meskipun kita yang mulai lebih awal, mungkin aja kan dia yang sampai duluan? Tapi ada yang perlu diingat, bahwa mimpi orang itu beda-beda. Dan mungkin, mimpimu jau lebih besar dari dia. Makanya ujian dan langkahnya lebih banyak. Buat hal yang besar, usahanya harus serius. Jangan lengah dan gampang nyerah. Besar kan bisa jadi besar ketika kecil+kecil+kecil dan seterusnya.

Saling Sembuh

     "Aku jadi nanya aja sama diri sendiri, apa kita emang ketemu buat saling ninggalin luka? Apa kita emang harusnya enggak pernah ketemu? Apa harusnya sejak awal aku enggak pernah masuk ke hidup kamu? Ternyata enggak juga. Kita ketemu buat saling nyembuhin, mungkin. Tapi dulu kita enggak sadar sama itu dan egois pentingin diri sendiri. Yang penting aku sembuh. Yang penting aku enggak terluka. Yang penting aku baik-baik aja. Sampai akhirnya kita sadar, mungkin cara Tuhan bikin kita sembuh adalah sama-sama ngirim orang lain buat bantu proses itu. Aku dikirim buat kamu, dan kamu dikirim buat aku. Tapi sayang, kita enggak sadar sama sinyal yang Tuhan kasih. Kita malah merasa luka yang kita punya semakin banyak. Padahal seharusnya kita saling menyembuhkan. Bukan saling melukai. "

Yakin Udah Selesai?

     Kadang, kita capek sama semuanya. Sampai akhirnya kepala bilang,"Udah deh, selesain aja. Udah capek sendiri kayak gini." Tapi pas selesai, kepala bilang lagi,"Ini beneran nih kayak gini doang akhirnya? Yakin nih enggak mau coba dilanjutin dulu?"      Kepala jadi tempat perdebatan antara berhenti dan terus. Antara maju dan mundur. Kita sama-sama tahu kalau mundur, enggak ada lagi yang bisa kita jadiin harapan di hari besok. Tapi kalau kita maju, harapan itu akan selalu ada sama kita sampai dengan sendirinya dia tercapai. Mau capek sekarang atau menyesal nanti, selalu kita yang tanggung, kan?

Lahir

"Aku mau keluar aja dari rumah. Enggak bisa aku punya keluarga kayak gini." "Apa? Kenapa? Habis berantem, ya?" "Ya biasalah, orang tuaku selalu nyalahin aku sama masalah apa pun yang ada di rumah. Malah tadi mereka berdua bilang mereka nyesel ngelahirin anak kayak aku. Padahal aku juga enggak mau punya orang tua kayak mereka." "Emang, kita bisa pilih mau ngelahirin anak kayak gimana dan punya orang tua kayak gimana?" "Ya ... Enggak, sih." "Sebenarnya, baik orang tua maupun anak itu sama-sama enggak punya pilihan. Orang tua enggak bisa milih mau ngelahirin anak kayak gimana, dan anak juga enggak bisa milih mau dilahirin sama orang tua yang kayak gimana." "Terus harus gimana?" "Jalan keluarnya ya cuma satu, terima. Udah dilahirin, kan? Udah ngelahirin juga, kan? Apa yang bisa berubah dengan nyalahin takdir? "      Ternyata, menerima keluarga yang apa adanya (termasuk kekurangan) juga merupakan salah satu bent...

Tuntutan dan Kebebasan

     Apakah hidup selalu tentang (tidak) memperjuangkan apa yang diinginkan, atau hidup selalu tentang meminta (menuntut) orang lain untuk melakukan apa pun yang tidak bisa dilakukan? Apakah hidup hanya sebatas tuntutan dan siapa pun yang menurutinya, atau hidup tentang kebebasan memilih tuntutan (atau tidak sama sekali) yang ingin dilakukan. Tapi tampaknya, tuntutan (dan semua yang tidak menyenangkan) akan selalu datang. Baik di masa lalu, di masa sekarang, atau mungkin di masa depan.

Kita Lahir Dari Sebuah Pertarungan

     Setiap kelahiran, setiap nyawa, setiap kehidupan yang dipertaruhkan, enggak akan perjadi barang mudah untuk beberapa orang (atau mungkin semua). Proses memberi kehidupan ke seseorang akan jadi pekerjaan seumur hidup. Sesial apa pun kita, seenggak beruntung apa pun kita, kita lahir dari sebuah pertarungan. Pertarungan antara Ibu dan nyawanya, yang sama-sama saling kejar. Setiap pertarungan pun, selalu punya warnanya masing-masing.

Peran Sedih

     Apakah setiap hal yang baik (juga menyenangkan) ditakdirkan untuk berlangsung sementara? Apakah semua yang merupakan kebahagiaan, akan selalu terjadi secara singkat? Karena setiap kali matahari dan pelangi sedang mewarnai, hujan badai dan gemuruh selalu mengambil tempatnya. Karena setiap kali ada senyum, tangis selalu ingin ambil peran. Semua, semua yang kita pikir kebahagiaan untuk selama-lamanya, rupanya hanya setitik bagian dari perjalanan. Tidak ada yang abadi, terutama kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan yang abadi, karena sedih juga memiliki peran untuk semua kehidupan.

Suatu Hari Kita Mengerti

     Pelan-pelan kita mengerti. Semua yang awalnya berantakan di kepala, semua yang terasa salah dan menimbulkan amarah, semua yang membuat kita menangis dan menangis dan menangis, suatu hari kita mengerti. Kalau enggak paham sekarang, kita coba pahami nanti-nanti. Kalau enggak bisa baik untuk sekarang, nanti-nanti kita coba lihat baiknya. Yang baik enggak melulu ada di awal. Yang baik enggak melulu datang dengan cara yang baik.

Kita Kehilangan untuk Ada

     Kita harus merasa kehilangan baru merasa ada. Kita harus menjadi egois baru sadar dunia tidak hanya berputar untuk kita. Tentang semua yang buruk, tentang semua yang menyakitkan, tentang semua yang menyebabkan timbulnya luka baru dan menumpuk dengan luka lama, semua bisa selesai. Semua bisa selesai dengan kamu yang menambah sedikit kepercayaan pada orang sekitarmu. Dunia, tidak hanya untuk kita. Dunia, berputar untuk banyak jutaan manusia di luar sana. Tidak semua manusia baik sesuai keinginanmu. Tidak semua jahat sesuai pikiranmu. Temui apa yang baik, Temui apa yang buruk.

Pembohong

      Beberapa dari kita sudah terbiasa berbohong. Berbohong tentang semua, sampai lupa rasa menyenangkan dari menjadi diri sendiri. Bahkan tidak semua memahami bagaimana rasa senang dapat diperoleh dari menjadi diri sendiri. Terlalu banyak lapisan yang kita sebut kebohongan yang menjadikan dinding antara orang lain dan kita, di mana menjadi batas ketika kita belum sanggup menunjukan apa yang seharusnya kita tunjukan pada orang lain. Berbohong adalah salah satu cara bagi beberapa orang untuk diterima oleh orang-orang lain, hanya karena kesepian merupakan kesalahan terbesar seseorang. Padahal tidak. Apakah semua makhluk (terutama manusia) harus berbohong hanya untuk diterima? Apakah menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang tidak perlu lagi dilakukan dan menyerah pada keadaan, lantas menerima bahwa diri sendiri tidak patut dijadikan kebanggaan? Padahal tidak ada yang lebih patut dibanggakan, lebih patut dirasakan rasa senangnya, selain jujur kepada diri sendiri juga kepada ...

Ahli Berpura-pura

     Bahkan burung-burung yang tengah mengepakan sayap di tengah langit biru itu pun tahu, bahwa senyum yang kerap kamu berikan adalah sebuah kebohongan besar yang kamu tujukan pada semua, termasuk dirimu sendiri. Yang berat kamu jadikan bebanmu. Yang gelap kamu jadikan warnamu. Sampai suatu hari benakmu bertanya apakah hidup hanya serangkaian kebohongan dan kepura-puraan? Apakah tidak ada setitik saja kebahagiaan yang tersisa untukmu di dunia ini? Apakah hidup selalu tentang melawan rasa sakit yang tak kunjung berakhir? Apakah semua, semua yang menyesakkan ditakdirkan utnuk bertemu dirimu? Lantas memohon pada-Nya agar terus memberimu kekuatan untuk tetap berpura-pura dengan senyum dan tawanya yang menutup semua luka. Kamu bisa (dan boleh) membohongi semua orang. Tapi tidak dengan dirimu sendiri. Mari kita keluar dari kebohongan tanpa akhir ini, untuk selamanya :)