Posts

Apa yang Membuatmu Bangga pada Diri Sendiri?

1. Aku sudah berhasil melewati masa-masa menyedihkan itu. 2. Aku bisa berpegang pada mimpi-mimpi yang masih jauh di depan. 3. Aku berhasil mengusahakan hidup yang sehat meski belum sepenuhnya sempurna. 4. Aku ingin menjadi orang yang lebih baik setiap harinya meski tidak selalu berhasil. 5. Aku bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya meski terbatas pada beberapa orang, tapi kuyakin di masa yang akan datang akan kulakukan di hadapan semua orang. 6. Aku bisa melalui semua kesulitan yang kupikir tidak ada ujungnya. 7. Aku bisa dipercaya oleh teman-temanku untuk mendengarkan keluh kesah mereka, karena tidak semua orang memiliki kepercayaan yang sama. 8. Aku bisa bercerita pada teman-teman dekatku tanpa perlu merasa takut mengganggu dan membuat mereka kerepotan dengan itu meski masih perlahan-lahan. 9. Aku bisa memaksakan diri untuk makan paling tidak sehari sekali karena aku harus menjaga tubuhku. 10. Aku bisa melakukan hal-hal menyenangkan yang tidak semua orang bisa lakukan. Toh, jika or...

Bagaimana Jika

Bagaimana jika aku membuat pilihan yang berbeda dalam hidupku?      Aku baru saja selesai membaca buku karya Matt Haig yang berjudul The Midnight Library . Menceritakan kehidupan Nora Seed, yang menyerah dengan hidupnya, diberi kesempatan untuk merasakan banyak kehidupan yang mungkin ia jalani. Dia merasakan semua yang ingin ia rasakan. Menjadi perenang, menjadi glasiolog, atau menjadi artis terkenal. Kupikir ada ratusan kemungkinan yang ia rasakan melalui perpustakaan itu. Aku kemudian berpikir, bagaimana jika aku mengambil keputusan yang berbeda dengan apa yang kupilih saat ini?      Saat aku duduk di bangku SMA, satu-satunya tujuanku adalah memasuki universitas. Aku tidak yakin bahwa aku memiliki kemampuan untuk lolos tes yang kutahu akan sangat sulit dan memiliki ratusan ribu pesaing, tapi aku tetap mencobanya. Aku mengusahakan yang menurutku bisa kulakukan, aku berdoa, aku mengambil jurusan yang menurutku sangat cocok dengan aku. Sampai saat ini ketika...

Sesuai Tempo

     Setiap lagu memiliki temponya masing-masing. Ada yang bertempo cepat, ada yang bertempo lambat. Bagaimana jadinya kalau lagu yang seharusnya bertempo lambat dimainkan dengan cepat? Bagaimana jadinya kalau lagu yang seharusnya bertempo cepat dimainkan dengan lambat? Sepertinya, akan ada sesuatu yang terasa kurang tepat. Akan ada sesuatu yang terasa mengganjal, jika menempatkan diri sebagai pemain atau penyanyinya.      Seperti sebuah lagu, mungkin hidup pun demikian. Beberapa orang berjalan lambat, beberapa lagi berjalan santai, beberapa lagi justru berlari agar lebih cepat sampai tujuan. Apakah berjalan lambat adalah sesuatu yang salah? Belum tentu. Apakah berlari secepat mungkin selalu menjadi hal yang tepat? Siapa yang tahu.       Menyadari bahwa masing-masing orang membutuhkan tempo hidupnya masing-masing, mungkin bisa membuat beberapa orang menjalani hidup dengan lebih "santai". Paling tidak, jalankan hidup sesuai dengan tempony...

Belajar Sembuh dengan Menjadi Sadar

     Beberapa waktu lalu, aku mendengar sebuah kalimat yang membuatku kesal tapi juga memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Sebetulnya, kalimat ini bukan kalimat yang ditujukan untukku. Tapi secara kebetulan aku mendengarnya dan tentu merasa tersinggung karena apa yang mereka katakan tentang "orang yang mereka maksud" adalah tentangku juga. Terlebih lagi, hal ini dikatakan oleh orang terdekatku. Tahu kan, beberapa hal menyakitkan justru terasa jauh lebih sakit ketika orang terdekat kita yang mengatakannya?      Saat itu aku tidak tahu apa yang persisnya terjadi sampai akhirnya kalimat itu keluar. Kalimat yang berbunyi,"Buat apa sih ke psikolog? Gaya gaya aja!" Hehe. Terlihat seperti sebuah cerita fiksi ya, ada orang yang bisa keluarin kalimat itu dari mulutnya tanpa rasa bersalah sedikit pun bahkan sampai detik ini. Sebagai orang yang pernah rutin konsultasi selama berbulan-bulan, bohong kalau aku merasa tidak sedih atau sakit hati dengan kalimat itu. Bay...

Berantakan

     Menyadari dan mengakui kalau diri sendiri lagi berantakan dan butuh bantuan ternyata bukan hal yang mudah. Aku kerap mengabaikan perasaan ingin diakui bahwa aku sedang berantakan hanya karena ingin terlihat selalu baik di hadapan orang lain termasuk orang-orang terdekat. Ada sesuatu dalam diriku yang membuat aku, atau kita (mungkin) mengakui perasaan pada diri sendiri tapi tidak mengizinkan orang lain untuk mengetahuinya. Padahal, orang-orang terdekat mungkin bisa membantuku untuk keluar dari "berantakan" yang berkepanjangan. Karena ternyata, enggak semua hal harus diselesaikan sendirian. Mengizinkan diri sendiri untuk menggapai uluran tangan orang lain, ternyata juga salah satu bentuk mencintai diri. Menerima diri bahwa kadang, kita juga membutuhkan bantuan.      Semoga, kita selalu diberi kesempatan untuk menerima diri dan membiarkan orang lain menerima kita sebagaimana harusnya, ya. <3

Mengembalikan Tujuan yang Hilang

     Aku sering memikirkan apa yang harus kulakukan pada besok hari. Mengikuti kelas, mengerjakan tugas, melanjutkan naskah, mengedit video, menghabiskan buku yang sedang kubaca, atau melakukan apa saja yang bisa kulakukan. Karena aku tidak kuliah, aku harus mencari kegiatan yang bisa kulakukan meski hanya kegiatan sederhana di luar mengajar bahasa. Aku senang melihat to do list yang bertumpuk, karena artinya aku memiliki banyak hal yang harus dilakukan. Aku senang ketika aku mencoretnya sebagai pertanda aku sudah melakukan sesuatu hari ini. Setiap kali hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan atau menghasilkan sesuatu, aku merasa bersalah pada diriku sendiri. Kenapa aku membuang-buang waktu seperti ini? Kenapa aku tidak bisa fokus dan malah bersantai padahal ada banyak hal yang harus kukejar? Kenapa aku menghabiskan waktu seperti ini padahal ada hal bermanfaat yang bisa kulakukan? Tentu saja, aku tidak akan kehilangan apa-apa jika hanya bermalas-masalan sehari atau du...

Utuh

     Yang pernah hancur mungkin lupa, bahwa sesuatu yang satu itu pernah hancur berkeping-keping. Rasanya hanya hancur untuk banyak hal tanpa pernah tahu bagaimana memperbaiki sesuatu yang hancur.  Kita pernah hancur. Kita pernah hancur.      Tapi, apa mungkin, sesuatu yang pernah hancur itu berhasil membuat dirinya utuh kembali entah bagaimana caranya? Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah hancur berkeping-keping, bahkan tidak terhitung jumlahnya, bisa kembali utuh seperti semula?      Ah, ya. Memang tidak. Tidak utuh sepenuhnya. Terlihat utuh, tapi retak di sana dan di sini. Siapa yang bisa melihatnya selain diri sendiri? Siapa yang bisa menilai seseorang retak atau tidak, utuh atau tidak, selain dirinya sendiri yang sudah pernah hancur atau tidak sama sekali?      Jangan lupa, kita pernah hancur. Walau retak di sana dan di sini, kita masih ada. Tidak utuh, tapi ada. Walau tidak utuh, kita tetap kita. Bagaimana cara memb...